December 24, 2010

minggu terakhir tahun ini....

by uLLy di 5:48 pm 0 komentar

Nanti malam sudah malam natal rupanya. Waktu seakan berlari saja belakangan ini. Apalagi di dua hari yang lalu kami sukses pindah dari apartemen lantai enam kami yang berada diantara dua motel itu, dan nomaden untuk sementara waktu di apartemen lantai lima, yang letaknya tak jauh dari apartmen yang lama. Apa yang baru kami sadari adalah betapa kami belum sempat syukuran rumah baru itu, eh sekarang malah udah pindah lagi. Satu tahun, cepatnya. Ini pelajaran pertamanya.

Pelajaran kedua, adalah betapa tidak baiknya menimbun pakaian dan sepatu sampai membuat teman kamar saya sempoyongan. Bukan ribet karena harus mengepak barang-barang, tapi lebih ke ribet dalam membuang pakaian-pakaian yang kalo di perkirakan usia simpan pakaian tersebut lebih banyak dibanding usia pakainya. Iyah, rumet saya itu cenderung membeli apa saja yang kena di hatinya, bahkan sekali lewat atau lihat ditambah pula kondisi empat musim di negeri ini yang memaksa baju tak sempat dipakai karena musim sudah berganti. Tak seperti di Indonesia bukan? Beli satu, dan kita bisa pakai sepanjang tahun meski terang meski gelap, kita lalui bersama… dengan baju yang itu-itu tadi…. (mengutip lirik lagu puan Siti N, lol).

Pelajaran ketiga, adalah siapkan stamina dan fisik yang sehat, kenapa? karena kita memerlukan kemampuan otot—otot lengan dan kaki yang kuat untuk membopong koper giant dan berbagai perlengkapan lain, turun dari lantai enam dan kembali naik ke lantai lima. Itu sungguh-sungguh rruaarr biasaaa…. Kami sukses ga bisa tegak berjalan keesokan paginya.

Pelajaran keempat, adalah pereratlah tali perkawanan kita, kenapa? karena kita akan membutuhkan kawan-kawan kita yang besar-besar itu untuk membantu mengangkati barang kita dengan sogokan makan malam yang agak lumayan. Itu terbukti ampuh meringankan pusing kepala saat liat tumpukan barang-barang tadi, walau diselingi sindiran alangkah “banyaknya barang kalian ini….”, dan diucapkan berulang-ulang. Untuk ini silahkan abaikan saja *hahhaa.

Pelajaran kelima, di tempayt yang baru, berupayalah untuk menganggap bahwa kita sedang berlibur. Sehingga pikiran lebih jernih ketika terbangun esok pagi, walau agak kesal karena kebingungan nyari pakaian dalam di simpan dimana sangking semuanya terasa acak. Jangan membandingkan antara kondisi yang lama dengan yang baru, untuk apapun itu. Walau sesungguhnya kondisi ini jauh lebih sulit bahkan ketika membandingkan antara mantan dan pacar baru…*halahhh.

Pelajaran selanjutnya, adalah hentikan membeli apapun itu yang berbau “pengen” bukan karena “butuh”, karena disamping anda akan kehabisan ruang yang lapang berganti tumpukan barang-barang, dan juga jumlah tabungan anda ga akan pernah bertambah kalo terus-terusan duitnya dipakai untuk hal-hal yang berembel-embel “cute”, “must have”, “sale”. Hentikanlah!

Karena dirasa, usia akan bertambah dan kita butuh yang namanya hidup yang lebih mapan dan menetap, mulailah memikirkan ber-investasi daripada ber-shopping ria ditengah hidup yang semakin edyaann ini. Itu akan jauh lebih berdaya guna bukan? *ini bagian dari resolusi 2011 lah. Kan keren gitu, masih single, muda dan berkualitas berinvestasi di reksadana atau di logam mulia, misalnya. Hahhahaa…. *belajar kikir mulai tahun depan~~~ dikeplakk*

Dan terakhir, hanya ingin berbagi sapa dengan teman-teman yang saat ini merayakan Natal dimanapun berada, yang kondisinya terpisah dari orang tua dan keluarga untuk alasan apapun. Jangan berkecil hati yah, jangan bersedih, walau ini bakalan jadi malam natal ke-5 tanpa mereka, orang-orang yang saya cintai itu. Tapi saya percaya koq, tawa mereka, bahagia mereka dan doa mereka tak akan usai untuk saya begitupula dengan saya. Malam ini mari lewatkan dengan hati yang gembira, beria, bersuka, karena sesungguhnya hidup itu singkat bukan. Menjadi tua, dewasa dan bahagia. Sesimpel itu.

Satu hal lagi, di korea “merry Christmas” sudah bukan dianggap sebagai perayaan suatu agama tertentu. Semua orang akan berbagi sapa “happy merry x’mas” dan di setiap toko, jalan dan pusat2 perbelanjaan semuanya berhiaskan pernak-pernik natal. Indah. Jadi tak perlu jadi susah karena bulan desember identik dengan agama Kristen, karena sesungguhnya perbedaan itu tidak hanya belajar sampai tahap toleransi saja tetapi harus maju lagi ke tahap apresiasi. Agak sedih kalo ngomongin tentang kebebasan beragama di Indonesia yang walau pemerintah menerapkan konsep kebebasan beragama tapi tidak didukung oleh masyarakat yang mengerti tentang kebebasan yang sesungguhnya. Semoga perbedaan yang pernah diucapkan oleh Presiden Obama, ”universe in diversity” bisa kita pahami.

Selamat liburan satu hari di korea, and long-vacation in Indonesia. I will fly there, soon!!!
Merry X’mas all… keep ur passion, focus and ur responsibility. Siap-siaplah dengan resolusi di tahun 2011 nanti and make them to be a real one!!! Yiihhaaaaa….


December 18, 2010

ngabur...

by uLLy di 3:19 pm 0 komentar

Lama mendekam dalam ruang kerja yang ga hangat2 banget, bikin saya makin malas mikir apalagi nulis. Well, akhirnya dengan kemalasan dan kejenuhan itu, kemaren sore Bayu ngajakin ngabur ke Shinsegae, katanya mau window-shopping bareng Hilda. Damn!! Saya langsung menyanggupinya, kaburlah dari lab! Bagoooss.. perbuatan nista ini janganlah di baca oleh para mahasiswa yang hobi mangkal di lab, apalagi menirunya, dijamin bakalan di tendang dari lab sama juragan. Akhirnya dengan segala ke-cool-an dan ke-PD-an tingkat tinggi saya berhasil kabur dari lab di pukul 4.30pm, not too bad-lah. Tempat pertemuan rahasia kami *halah, adalah subway-station Pukyong-Kyungsung Univ. Soalnya sejalur kearah Shinsage. Agenda kami yang sudah disepakati adalah bersenang-senang saja. Di subway kami merhatiin ada anak kecil-cowok, mungkin umurnya sekitar 9 tahunan barangkali, berada di dekat pintu sendirian. Tadinya berpikiran tuh anak emang ga pengen duduk deket orang tuanya, eh ternyata kami salah besar. Si anak kecil itu emang sendirian dari stasiun yang sama dengan kami, terus dua stasiun sebelum Suyeong, masuklah seorang kakek. Dan anehnya, si kakek negur dia dan mereka bercakap-cakap dengan akrab. Tadinya aku mikir dia memmang janjian sama kakek-nya di salah stasiun, mungkin ini efek keterbatasan bahasa korea saya, sehingga ga bisa mengartikan percakapan mereka. Kemudian nyampe stasiun Suyeong si kakek keluar dan mungkin pindah jalur barangkali. Tinggallah si anak kecil cowok ini sendirian lagi. Pas ada bangku kosong, dia duduk dengan tenang dan kami terus memperhatikan. Ternyata dia turun di stasiun yang sama dengan kami, sempat kami bikin skenario yang lucu tentang si anak kecil itu. Anggapan kami dia itu akan kencan dengan pacarnya di Shinshage juga, karena dia tampaknya bersemangat sekali pas turun dari kereta. Kami malah beneran ngikutin dia sampe keluar dari stasiun. Dan sangking dia semangat sampe lari-lari, kami pun mengurungkan niat untuk mencium jejaknya, jadi kami sepakat saja bahwa dia sudah agak telat janjian sama pacarnya. *halah.

Moral kisah diatas mungkin mau menggambarkan betapa amannya kondisi per-transportasi-an di Busan. Dan betapa seorang anak kecil yang sudah bisa diajak mandiri dan menjaga diri sendiri, dan dia ga dibekali dengan selular juga loh. Padahal di korea ini, anak-anak kecil itu udah freak sama yang namanya selular, beri dia iPhone, maka dengan amat sangat berpengalaman dia akan utak-atik isinya. Anak kecil di korea emang sudah dilatih untuk menjadi pribadi yang mandiri. Sejak bayi, mungkin saat mereka sudah bisa jalan sendiri, orang tua ga akan pegang-pegang tangan anaknya. Mereka dikasih kebebasan untuk jalan kemana saja, dengan catatan bukan di tengah jalan loh. Kadang orang tuanya malah asyik baca-baca papan pengumuman di stasiun mungkin, si anak akan dibiarin muter-muter sekitar situ. Dan kadang, kalo anaknya udah jatuh sekalipun, orang tuanya hanya berhenti sebentar trus nungguin anaknya bangun lagi dan lari ngejar orang tuanya. Gileee. Jadi sampa dewasa pun kebiasaan seperti ini akan terus berlaku. Kemudian, mengenai si kakek tadi, kami sepakat bahwa orang tua korea sangat baik sama anak kecil. Mungkin budayanya sedikit berbeda sama kita orang Indonesia. Anak yang sudah menikah dan punya anak terus pasangan tersebut sangat sibuk sehingga urusan mengasuh anak diberikan ke orang tuanya atau mertuanya lagi. Kalo di korea, mungkin sebagian ada yang menerapkan hal ini. Tapi itu sedikit sepertinya. Bagi pasangan muda, hal itu sangat memalukan dan memberatkan orang tua maupun mertua mereka. Jadi sebegitu si anak sudah 1 tahun dan dirasa sehat, mereka akan segera masuk tempat pengasuhan yang kadang tersedia untuk 24 jam sekalipun. Kenapa? karena biaya hidup di korea itu tergolong tidak murah. Jadi, kalo sudah masuk tempat pengasuhan, kedua orang tua bisa bekerja penuh dan yang terpenting tidak memberatkan orang tua masing-masing. Jadi ga heran, kalo kita jalan-jalan ke pusat perbelanjaan atau katakanlah Busan Tower atau track-track hiking, kita akan melihat betapa banyaknya orang-orang tua berada disitu. Artinya mereka benar-benar menikmati yang namanya hari tua mereka. Tanpa ada kewajiban mengasuh anak dari anak mereka. Jadi kalo ketemu anak kecil, mereka akan sangat perhatian sekali.

Dan acara jalan-jalan kita dilamjutkan dengan dinner bareng. Ngobrol-ngobrol ga penting sambil liat-liat sekeliling. Iseng-iseng naik ke lantai bioskop, padahal kita ga punya agenda buat nonton hari ini. Berhubung Hilda dan Bayu udah nonton beberapa film yang baru rilis, jadinya kita Cuma punya pilihan “The Tourist”. Ituloh filmnya si ibu cantik Angelina Jolie dan Jhonny Deep. Pemutarannya jam 19.30 pm, sudahlah hajar deh. Nungguin waktu tayang, kami bersantailah di Kyobo, lalu ngubek-ngubek toko CD, siapa tau ada yang diskon. Sialnya ga ada pula, akhirnya nongkrongin music stationnya, dengerin “O holy night”, sambil liat lampu warna-warni di depan. Rasanya, aduh romantislah, hahhahaa. Kelamaan disana juga ga enak pula, berhubung kita ga beli apapun masalahnya. Lanjut deh mau nyari cemilan, tadinya mau beli ayam goreng 5 potong, tapi ternyata bayu murtad dan memilih ngemil makan eskrim Baskin-Robbins sampai saya pun akhirnya ikut terpengaruh. Dan Hilda milih caffeine dan membuat kita mojok di Starbuck-coffes sambil ngobrol-ngobrol ga penting lagi.

Karena waktu udah nunjukin seperti harapan kita maka kami bergegas membeli perlengkapan perang pop-corn dan minuman yang merupakan pasangannya. Kami mulai ngemil pop-corn segede gaban itu mulai dari pintu masuk. Alhasil, dua kali diriku nyampah disitu, pindah-pindah tempat pulak. Sampe ga enak sama petugasnya yang ngikuti kita sangking dia freak-banget sama kebersihan.. hahahha *ini mah kewajiban yah? –tepok jidat-. Jadi bisa dibayangkan pop-corn kita udah habis, padahal film belum nyampe sepertiga ceritanya..*sigh.

Tentang film “The Tourist”, bayangan sebelumnya adalah bakalan melihat adegan-adegan “seru”(baca: asyik masyuk) di film ini, seperti film-film Angelina Jolie sebelumnya. Ternyata saya salah besar. Adegan action-nya juga minim. Cuma puas dengan pengambilan latar Venice yang aduhai indah, memesona. Selebihnya, lumayan. Malah sempat agak ngantukan, sempet kesel karena ada dialog yang diucapkan dalam bahasa France. Pas pulangnya diajakin norebangan sama Hilda, berhubung udara dingin dan beranjak kemana-mana bikin menggigil, akhirnya saya memutuskan untuk balik ke lab. Menyibukkan diri diantara mesin pencari gugel dan situs2 pilihan saya. Kemudian pulang dengan damai.

Siang ini, mulai deg-degan nungguin kabar dari jurangan. Siapa tau ngajakin meeting seperti biasanya.. lagi-lagi..sigh!!!! *beneran, matekkk… ngebutlah bikin bahan meeting!!!

December 14, 2010

shed a tear..

by uLLy di 6:31 pm 0 komentar


Pernahkah merasakan suatu saat rasanya ingin menangis. Tanpa ada alasan, hanya ingin menangis. Saya mendapati dirinya akhir-akhir ini menangis untuk hal-hal indah yang barusan saya alami, untuk rasa syukur dan kesempurnaan alam yang Tuhan ciptakan, untuk rangkaian kehidupan yang sudah digariskan untuk saya jalani. Saya menangis karena diijinkan merasakan semua emosi jiwa ini, sendirian, dengan mandiri. Pernah berulangkali saya menyebutkan analogi hidup ibarat titik-titik yang kemudian merangkai? Saya semakin menyadari semua hakikat hidup itu.

Menangis juga katanya bikin awet muda. Nah loh, saya pun tak punya dasar ilmiahnya, yang pasti dengan menangis kita bisa mengembalikan mood, mengeluarkan racun karena seyogyanya air mata orang yang sedang stress itu mengandung racun, dan juga melegakan perasaan. Kapan saat saya menangis? Jujur saya paling suka nangis di perjalanan pulang dari lab menuju rumah saya. Malam-malam di sepanjang jalanan sepi. Saya membebaskan hati saya untuk meneriakkan apapun yang mengganjal, stress yang menekan, mood yang terkekang, kangen yang menyesakkan. Lega.

Kehidupan lab yang sangat tidak ber-perikemanusiaan juga kadang memaksa saya ingin menangis. Dan itu sukses saya lakukan di masa-masa penelitian thesis saya. Rasanya sangat memalukan, menangis di depan teman-teman lab yang sejatinya pun punya beban yang hampir sama dengan saya. Kadang malah akhirnya kita saling beradu tangis juga, mungkin merasa senasib sepenanggungan barangkali.

Jadi kalo rasa-rasanya ingin nangis, ingin melegakan perasaan, ingin mengeluarkan racun atau mau awet muda, mari menangis… trus liatin video ini juga.. dijamin ga bakalan nangis.. malah ngakak guling-guling mesti… hehehhehe…

Love u all, guys.. kadang-kadang saya juga nangis haru gitu liat banyaknya orang-orang muda Indonesia yang kreatif2 banget… Think positive, always.. Love that..!!!

Regenerasi Pendidikan

by uLLy di 4:35 pm 0 komentar

Regenerasi dalam biologi adalah menumbuhkan kembali bagian tubuh yang rusak atau lepas.

Saya menjadi meracau tak jelas diantara himpitan pendidikan dan penelitian saya yang menguras pikiran, emosi serta hati saya (*semoga tak terkesan sedang curhat). Menjadi semakin nyata sejenak saya me-flashback-an latar pendidikan saya yang hakikinya adalah Teknologi pengolahan hasil perikanan, sedang mata kuliah yang saya ambil berputar ke 1800 ke arah Marine Biochemistry. “Bisa ga?” tanya teman saya kala itu, dengan sedikit percaya diri saya jawab saja : “saya akan mencoba untuk mencintai bidang ini”. Saya sedang tidak ingin membahas tentang mata kuliah saya (*puyeng tingkat akut saya!!). Yang pasti bidang keilmuan apapun itu kelak akan berguna, ah jadi teringat saya betapa minimnya ilmu pengetahuan yang saya dapatkan selama menuntut ilmu di bangku kuliah dan itupun harus saya bagikan kembali ke anak didik saya, jadi nyadar kalo ilmu punya “masa pakai” juga, kalo ga di maintainance jadinya ketinggalan alias jadul. Saya bukan pula ingin mencari kambing hitam untuk masalah ini, karena saya punya andil dalam mengurai masalah pelik ini (*lah secara terang-terangan di SK aka Surat Keputusan PNS, diberi label “calon dosen”). “Ya Tuhan, sungguh amanah yang tak mudah buat saya dalam menjalankannya”. Meski terkadang merasa kurang Percaya Diri kala berhadapan dengan para taruna/i anak didik saya di depan kelas. Bayangkan betapa pendidikan itu pun ber-regenerasi.

Saya bangga saat mereka yang menjadi peserta didik yang tak hanya diam, melotot dan kemudian mendengkur di bangku kuliahnya karena letih menanggung beban fisik yang mesti dilalui sehari-harinya tapi sekarang mulai terlihat berani ber-tanya, ber-pendapat bahkan ber-argumentasi. Saya tak sepenuhnya bisa menyalahkan “ke-mendengkur-an” mereka (*bahasa Indonesia saya mulai kacau), tapi harus ada pula yang di-regenerasi dari sistem pendidikan ala semi militer ini. Nah, yang bagian ini saya belum bisa kasih masukkan yang “megang banget” karena bagi saya para taruna/i yang berada dalam satu rumah harus ada “aturan mainnya”, ga boleh asal “slonong boy” (-bahasa gaul para taruna/i-) atau ga boleh masuk lewat jendela karena kita masih sediakan pintu, dan harus pula ber-tenggang rasa, tepa selira, tak ketinggalan “bersikap hormat” ini yang paling penting; agak sedikit kecewa saat saya lihat sekarang ini banyak taruna/i yang “songong” yang melupakan hakekat mereka sebagai pemuda harapan bangsa (*yang ini agak lebay, tapi merupakan fakta). Saya juga masih kecewa dengan mereka yang tidak menghargai pakaian PDH yang melekat dari senin ke senin dengan berbagai warna, sungguh ironis memang. (-intermezzo-nya kepanjangan-)


“Jaman sudah berubah”- itu benar, banyak alumni kadang mengeluhkan ini. Salah satunya yang paling sering saya dengar: “STP itu jangan melulu mikirin kedisiplinan dan latihan fisik, perhatikan juga otak-nya” atau “kenapa lulusan STP itu koq ga da taringnya dibandingkan lulusan lainnya” (*ya ia-lah masak ya ia-dong, mangnya taruna/i itu drakula, pake taring-taring segala) atau “STP koq cuma bisanya segitu yah??” atau yang terhangat “Lulusan STP tidak diakui bila disejajarkan dengan S1” (*yang ini eddyaann saya pikir, lah yang bayarin kuliah dari ANGGARAN PEMERINTAH – APBN,red-,pake acara diskriminatif segala, ini subsidi pake duitnya rakyat, koq bisa-bisanya nda diakui oleh rakyat – mari kita bingung-). Terlalu sering saya dengar pernyataan-pernyataan konyol seperti itu, ibarat memancing di air keruh, tolong jangan nambahin lumpur dari Porong-Sidoarjo trus di ceburkan ke kolam-nya STP (*kasian STP Barracuda Club, ntar ga bisa latihan diving pula!!). Saya mencoba menarik benang merahnya saja ala saya pula agar terwujud lulusan Perikanan yang cakap dan tangguh seperti yang menjadi Motto para taruna/i.

Berbicara tentang “Pendidikan”, berikut definisi ala mbah Google yang menyebutkan “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat”
.


Nah sejatinya pendidikan itu pun dipilah-pilah juga: ada pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan dan pendidikan khusus. Menurut kacamata saya, sistem pendidikan STP adalah jenis pendidikan Vokasi, berikut penjelasannya setelah meng-googling.

Pendidikan vokasi merupakan pendidikan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu maksimal dalam jenjang diploma 4 setara dengan program sarjana (strata 1).

Jadi kalo masih ada pertanyaan tentang dikriminasi ini, coba pahami definisi yang baru saya paparkan diatas.

Tapi, kenapa STP selalu dielu-elukan sebagai Pendidikan Profesi??, seharusnya ada penjelasannya?

Pendidikan profesi merupakan pendidikan tinggi setelah program sarjana yang mempersiapkan peserta didik untuk memasuki suatu profesi atau menjadi seorang professional.

Cukup jelas bukan? Saya kira perlu benar-benar dicermati ke depannya. Saya akui ada beberapa mata kuliah yang seharusnya tak perlu pendalaman lebih namun sejatinya penting bagi pengetahuan anak didik. Untuk bahasan sistem kurikulum, saya serahkan saja ke para sesepuh yang lebih memahami apa yang perlu di-add dan di-delete.

Menurut hemat saya, janganlah STP mau dicap sebagai Pendidikan Profesi dengan iming-iming “Profesional”, nanti salah kaprah kita dalam pengembangan regenerasi pendidikan yang dimaksud.

Tugas saya, kita dan mereka yang terlibat dalam mewujudkan lulusan yang “ber-sains terapan” ini, tidak hanya muluk-muluk tentang dasar-dasar keilmuan tersebut (karena memang jatahnya Teori 40% dan Praktek 60%), tapi bagaimana bisa melihat permasalahan di lapangan dan fenomena yang terjadi sehingga mampu menyelesaikannya pake “otak” bukan pake “otot”, apa jadinya kalo lulusan kita di-cap sebagai professional? nanti timbullah istilah “hajar blass”. Namun ada kalanya esensi pasti akan berbeda kalo label “sains terapan” itu ditempelkan di jidat para lulusan, maka mereka akan lebih aware dan lebih bertanggung jawab menyelesaikan permasalahan berdasarkan ilmu pengetahuan yang mereka miliki.
“See the difference?”.

Menilik ke judul tulisan saya, regenerasi pendidikan itu pula se-yogya-nya merubah mind-set (pola pikir-red) para lulusan kita agar tak hanya tercipta lulusan “siap, pak!!”, dan tak pula menjadikan STP sebagai “batu pijakan” sesaat saja. Kalau lulusan STP yang ber-sains terapan di dunia perikanan ini tidak betul-betul memainkan perannya, siap-siap saja posisi Anda akan digeser oleh mereka lulusan pendidikan akademik (*ini bukan fiksi loh!!), yang sudah terpoles dengan penguasaan disiplin ilmu pengetahuan tertentu (*jangan salahkan mereka yang lebih suka me-rekrut lulusan S1 itu*).

At least, mari sama-sama bantu kami mewujudkan impian itu. Kenapa saya pilih mimpi? Karena dengan mimpi-lah kamu bisa memberikan usaha dan kerja keras yang maksimal, disertai dengan doa dan pengharapan pada Yang Maha Kuasa, semoga akan berbuah MANIS.

Tergelitik pengen ngamen ahh, *terinspirasi dari slogan Mr. President Barack Obama saat beliau kampanye dalam pemilihan Presiden USA tahun 2008, yang sempat tersohor lewat lagu yang dirilis oleh Black Eyed Peas.

Yes we can to opportunity and prosperity.
Yes we can heal this nation.
Yes we can repair this world.
Yes we can. Si Se Puede
(yes we can, yes we can, yes we can, yes we can...)



NB (NamBah): Maafkan kalo ada kata-kata saya yang kurang berkenan, saya mohon maaf. Saya hanya menuangkan yang ada dikepala, kadang mengalir begitu saja, perbendaharaan “kata” saya pun masih minim, mohon dimaklumi. Sungguh ini terinspirasi karena kecintaan saya yang amat mendalam terhadap almamater STP tempat saya ditempah bahkan dipercaya untuk mengabdi-kan diri.

Salam musim semi,
Busan, 24 April 2010

December 13, 2010

ketika party-kelulusan membuat sompoyongan

by uLLy di 3:01 pm 2 komentar


Ini sekedar cerita tentang aura negative yang menyergap saya weekend kemarin. Semacam terkena efek murtad terhadap gaya hidup aman saya. Iyah, jumat malam kemaren saya bersama temen-teman lab saya ber-party ria, merayakan kelulusan kami (MSc and PhD). Acara semacam ini wajib hukumnya dilaksanakan dan yang pastinya akan sampai mabuk..opsss…itulah fakta sebenarnya. Jadi kata temen-temen korea saya, kalo di party-kelulusan itu, yang lulus itu (macam saya dan 4 orang lainnya itu) harus minum sampe geblek, sampai mabuk, sampai mampus, ga bisa pulang jalan kaki, jadi mesti di gendong.. hahahaa.. ini parah kali. Tapi yah sudahlah, kalian harus tau bahwa orang-orang Korea adalah manusia jago minum. Memang ada sih yang ga bisa minum, tapi jumlahnya sedikit dan parahnya kalau mereka diajak minum pasti langsung tertidur di bar. Nah, kalo begini, lebih baik dia ga diajak minum. Atau macam saya, sedari dulu selalu dtawarkan minum, tapi tetep keukeuh ga mau, alasannya cuma satu, yaitu saya ga suka rasanya beer atau soju (arak khas Korea), itu saja. Jadinya kalau kita makan malam sama Prof dan beliau sudah mulai menjalankan botol soju, saya ga punya alasan ga neguk tuh minuman aneh bin pahit mampus itu. Itu satu sloki kecil saja koq, setelahnya saya langsung menyingkir pelan-pelan dari area minum-minum, menyepi di sudut sambil nungguin mereka beres minum.

Nah, kejadian seperti itu ga bakal bisa saya lakukan lagi. Lah wong mereka bikin party untuk saya koq. Jadinya? Saya minum banyak. Biasanya soju ga lebih dari 2 sloki kecil (kadar alkoholnya bisa sekitar 20%), kali ini saya minum sampe 4 sloki, sigh!!!. Dan beer yang biasanya 2 gelas, saya langsung keliyengan, kali ini malah sampe 5 gelas. Ini mengikuti tradisi orang korea, saat seseorang menuangkan soju untuk orang lain menyimbolkan perhatian atau persahabatan. Jadi selama party berlangsung, saya hanya disuruh menadahkan gelas kosong untuk dituangkan soju atau beer..*sigh!!!.

Minum Soju itu ada aturannya loh, pertama jangan pernah mengisi gelas kita sendiri. Kedua, saat menerima soju dari seseorang yang lebih tua, tempelkan gelas soju ke telapak tangan kiri, dan pegang dengan tangan kanan, kemudian sedikit menunduk. Ketiga, saat ingin meneguk soju, hirup sebentar kemudian minum dalam sekali teguk (one shoot). Keempat, bila ingin menuangkan soju ke seorang yang lebih tua/senior, peganglah botol soju di tangan kanan, sementara tangan kiri menyentuh siku atau lengan bawah tangan kanan. Kelima, orang yang lebih muda harus selalu menunduk atau memiringkan tubuh ke arah 90derajat bila dimejanya ada orang yang lebih tua. Kelima, isi gelas soju bila sudah kosong, terus-menerus sampai acaranya selesai, hahahhha.

Jadi temen-temen lab saya langsung was-was, karena pemandangan yang kayak gini ga pernah mereka liat di saya. Alhasil saya pengen tidur euy, plus mual akut. Itu baru satu tempat. Saya kasih tau lagi, kalo budaya party di Korea ini ga cukup dilaksanakan di satu tempat. Jadi kalo kami biasanya dinner plus minum-minum dulu, kemudian pindah ke Bar khusus minum beer, terakhir ke Norebang aka karaokean plus minum beer lagi.

Soju (Hangul 소주; Hanja烧酒) adalah minuman distilasi asli Korea. Soju yang umumnya dikemas dalam botol kaca hijau sangat mudah ditemukan di Korea. Soju dijual di supermarket, restoran, bahkan warung pinggir jalan. Minuman yang terbuat dari beras ini adalah minuman yang digemari oleh baik laki-laki maupun perempuan, mulai remaja sampai orangtua. Bagaimana dengan harganya? Soju bisa dibeli dari mulai harga 1000-3000 won. Kalau mau di conversi ke mata uang rupiah mungkin sekitar sepuluh sampai tiga puluh ribu lah. Cukup murah kalo di korea. Jadi jangan heran kalau suatu waktu liat soju yang dikemas di botol mineral ukuran 1,5 liter-an. Ajibbb…. Tapi diantara jenis soju yang dijual, saya lebih suka meneguk soju yang dicampur beer yang disebut So-Mek (soju-Mekju/beer), tadi malam baru berbagi botol So-Mek dengan Bayu, hehehee.

Orang korea yang memang ahli minum biasanya dijadikan “Black-night“. Apa itu? jadi biasanya kalo kita lagi minum, kadang kala di barengi dengan permainan, nah kalo kita yang ga kuat minum, biasanya minta seseorang yang gantiin kita kalau kita ternyata kalah main. Nah orang itulah yang disebut “Black-night”. Tapi ada fakta yang menakutkan sebenarnya, bahwa berdasarkan penelitian kalau Korea menduduki tiga besar pengidap penyakit Gastric Cancer di dunia. Sumber pemicu terbesar mungkin ada pada alkohol. Di musim dingin seperti ini, banyak orang-orang korea yang miskin itu nyari duit hanya untuk bisa beli soju. Itu mereka minum agar tubuhnya tetap hangat. Untuk orang-orang muda, budaya minum dipakai sebagai perekat persahabatan, begitulah.

Saya sih akhirnya menyadari, bahwa saya sudah mulai resisten sama minuman itu. Tapi menjadikannya sebagai salah satu cara mereduksi stress atau mempererat persahabatan, bukan pilihan sayalah. Minum sewajarnya dan tetap mikirin sehat, itu yang harus terus saya pelihara. Mengorbankan diri hanya untuk menjadikan saya sebagai “jago minum” tak ingin rasanya, bukannya kenapa, masalahnya saya ga suka rasanya soju dan beer yang aneh itu… egghh.. Tapi kalau ada ajakan party minum, saya juga ga bisa nolak, datang saja, teguk sedikit kemudian pamit. Mabuk??? tidak akan....

December 08, 2010

diskusi kebangsaan...

by uLLy di 1:39 am 0 komentar


Tadi petang, sekitar pukul 6pm saya dikabari oleh Pak Don,rekan sesame mahasiswa disini. Beliau bilang kalo rombongan Kepada Badan SDMKP akan singgah ke PKNU lagi. Saya pun langsung buru-buru ke markas dan benar tak lama berselang para petinggi itupun sudah menyambangi markas kita. Senang banget, apalagi bisa berkenalan langsung dengan Bapak Kepala Badan yang baru dengan suasana yang lebih informal dalam konteks saya sebagai mahasiswa. Kesempatan pula ngobrolin mengenai kendala dan beberapa pemikiran yang mengganjal akhir-akhir ini. Syukurnya lagi, Bapak Kepala Badan sangat moderat dan memberikan kita keleluasaan untuk mengungkapkan gagasan kita.

Oh yah, setelah acara dinner yang santai dan diskusi panjang tadi, hati saya sesungguhnya sedang kembang kempis. Soal apa, nanti kalo sudah waktunya akan saya ceritakanlah, yang pasti ini lebih dari sekedar kesempatan lebih tepatnya sebagai mandat.

Setelah kembali ke lab, saya lalu iseng menyapa kawan lama saya. Kata kawan sepertinya kurang pantas saya sebutkan, saya panggil dia “om” saja, karena usianya memang lebih tua dari saya. Pembicaraan kita awal-awalnya seputar kegiatan yang masing-masing sedang kami geluti, berlanjut ke percakapan garing. Dan entah mengapa saya koq bisa-bisanya ngomong banyak tentang Sumber Daya Alam aka SDA Indonesia, tentang perkembagan dunia penelitian di Indonesia, tentang kecemasan saya tentang banyaknya SDA yang dicuri dengan embel-embel kerjasama bidang penelitian. Ini mungkin efek diskusi panjang tadi dengan rombongan BPSDMKP itu barangkali. Lalu saya ceritalah tentang galaunya saya mengenai Indonesia, tentang impian saya yang masih abu-abu tadi tentang bangsa Indonesia sebagai bangsa yang besar.

Dan inilah tanggapan “om” yang saya ajak chatting tadi:

Perasaan yg kau rasa itu wajar saja muncul di setiap perantau di luar negeri. Manusia lumrah menginginkan kenyamanan…dan kepastian, tapi bukan sebuah kesalahan Tuhan mengizinkan kita terlahir sebagai bangsa Indonesia. Saat ini negara sedang susah dan sedih,
sakitnya sudah menahun dan nyaris dia mati... Cuma kita orang muda yang mampu membawa serum penyembuhnya.

Pepatah mengatakan; tuntutlah ilmu sampai ke negeri cina, bahkan ke ujung dunia..
tapi saatnya kau diminta kembali..pulanglah. Sebab manusia hidup bukan untuk sekedar mencapai makanan yang cukup, tapi manusia hidup karena keyakinan yang tertanam dalam jiwanya dan keyakinan itu adalah mandat budaya yang langsung dititipkan Ilahi dalam diri kita.

Menjamin kesejahteraan untuk rakyatNya di Indonesia. Menguasai alam indonesia yang diberikanNya untuk rakyat Indonesia dan sampai akhirnya kita dapat berkata "aku telah mengakhiri pertandingan dan aku menang didalamnya" kembali ke pada sang Khalik sebagai pejuang Indonesia..di negeri yg diberikanNya untuk kita dan seluruh keturunan Indonesia.

Bukan sebuah kebetulan kau dilahirkan di negeri ini uLLy…
Bukan sebuah kebetulan pula kau dapat kesempatan indah disana…
Tentu ada point kerja keras dan usaha.

Tapi lebih dari itu penyertaan Tuhan adalah sempurna...rencanaNya besar untuk mu..

Pertanyaannya apakah kau mau dan siap berjuang dalam recananya itu?


Salah sekali bila agama Kristen hanya mengajarkan tentang keselamatan dalam Kristus sebagai point di setiap kebaktian dan pertemuan. Tapi satu point yg setara dengan point itu adalah mandat budaya yang juga Tuhan titipkan bahkan yang ada pada mula-mula ketika adam di cipta. Perintah kepada Adam: "penuhilah bumi dan berkuasalah atasnya"

Itu adalah mandat budaya untuk mengatur semesta dengan baik sesuai kehendaknya.
Kau berkata "semoga negeri ini bisa jadi bangsa yg besar."
Itu bisa...bahkan sangat bisa.

700thn lalu..
Saat majapahit menguasai hampir seluruh Asia Tenggara dan sedikit ke selatan juga timur,
betapa besarnya nusantara ini. Itu artinya kita pernah menjadi bangsa yang diperhitungkan dalam sejarah…Bangsa yang besar

Tapi kita kehilangan dan haus akan pemimpin yang membumi dan mengenal panggilannya.
Katakanlah seperti Raden Wijaya, Raden Patah...terus ke Trunojoyo..dan teruusss ke Tan Malaka sampai ke Bung Karno..
setelah itu STOP!
Indonesia seperti pada masa pembuangan..

Yang sedang mempersiapkan lahirnya pempimpin baru yang kembali akan membawa kejayaan itu. Tapi tentunya dengan arah yg lebih jelas, dari sekadar Majapahit Atau Bung Karno..

Itu bukan hanya mimpi...tapi itu akan menjadi nyata
Bagaimana?

"Besi Menajamkan Besi, Manusia Menguatkan Sesamanya" Kawan Sebangsa Menguatkan Sebangsanya


Rawe-rawe rantas,malang-malang putung..apapun yang menjulur akan dibabat, yang melintang akan dipatahkan

Itu pepatah masyarakat Jawa pada kala itu. Saat dia harus memperjuangkan keyakinan membela keyakinan, tentu dalam konteks negara dan nusantara

Kalo sudah sampai di Indonesia tepatnya Siantar..kabari aj ya!
+628569450**** itu nomerku, masih ada yang harus kita diskusikan.

Ujarnya mengakhiri kuliah tentang kebangsaan malam ini. Dia buru-buru pamit, karena besok pagi-pagi harus terbang ke Borneo.

Saya benar-benar speechless, pengetahuan kebangsaan saya ternyata sangat minim. Inginnya saya masih sebatas mimpi, dan semoga mimpinya dia untuk jadi salah satu pemimpin masa depan itu akan jadi kenyataan, saya berdoa untuk dia.

Nanti kalo ada diskusi tentang kebangsaan lainnya, akan saya bagikan lagi deh, makasih om Wadio Pasaribu, u’re so gorgeous, jangan salahkan saya yang sudah mengagumimu sejak dulu, saat saya masih bau kencur, hahhahhaaa.. kalo sekarang saya sudah bau kimchi.. *eghhh.nggomballll...

December 07, 2010

mama....

by uLLy di 11:06 pm 2 komentar


Kurang lebih 20 hari lagi, aku akan berada di tempat yang menjadi kerinduan selama hampir 2 tahun terakhir ini. Untuk urusan menahan rasa rindu, saya cukup bisa diandalkan. Saya bukan type “homesick-person”, waktu 8 tahun menjauh dari yang namanya orang tua, bukan soal besar bagi saya. Mama, adalah satu-satunya orang yang saya pengen kasih pernghargaan setinggi-tingginya untuk pembentukan karakter hidup saya. Dia, adalah wanita konservatif yang memegang teguh adat dan agamanya. Bicaranya keras dan kadang sangat pemarah. Dia sosok guru yang ditakuti kalo ga salah di sekolahan, makanya mama selalu jadi Guru Kelas VI, mungkin mereka percaya mama mampu meng-handel kelakuan anak SD yang sudah mulai nakal di usia segitu.

Bagi saya, mama adalah seorang sahabat paling dekat sekaligus paling jauh. Waktu masih sekolah di kampung dulu, saya dan mama bisa ngobrol berjam-jam di teras rumah sehabis makan malam. Kami bahas apa saja, ngobrol tentang apapun, saya rindu masa-masa itu. Sejak kecil saya selalu memilih sekolah yang berbeda dengan abang dan adik saya, yang biasanya lebih jauh dari rumah. Mama ga pernah protes, dia mendukung apapun pilihan saya. Sikap mama yang galak tadi, membuat saya tak pernah bisa membantah apapun perkataanya, membuat saya tak punya kesempatan sekedar bermanja-manja seperti abang dan adik saya. Khusus buat saya, mama akan memberikan saya prioritas penuh untuk mengatasi apapun permasalahan saya, katanya “hanya kamu anak mama yang ga pernah ngeluh, masa cuma masalah kecil kamu ga bisa ngatasinya, ayolah kak, beresin sendiri yah!!”. Hingga sampai urusan memilih perguruan tinggi pun mama percayakan sepenuhnya ke saya. Syukurlah, dengan itu semua, saya bisa mantap mengatakan bahwa pilihan saya untuk masuk STP aka Sekolah Tinggi Perikanan, bukan pelarian dari cita-cita saya, tapi bukti bahwa saya harus memilih, untuk meneruskan pendidikan dan melewati tahapan membuat keputusan. Mama hanya memeluk saya saat melepas saya merantau ke Jakarta, saya tidak menangis seingat saya pas lagi pamitan. Saya justru bersemangat menyongsong sebuah harapan yang masih abu-abu itu.

Selama menjalani masa perkuliahan dan masa melelahkan dengan embel-embel taruni, hubungan saya dan mama tak pernah terganggu. Dulu jamannya handphone blom selumrah sekarang ini, komunikasi kami berlangsung di wartel tiap hari minggu, sehabis pulang gereja. Kebiasaan itu pun mendadak berubah sejak saya punya pacar semasa kuliah. Yah, mendadak hubungan kami berjarak, makin jauh. Penyebabnya adalah pacar saya berbeda suku dan agama dengan saya. Ketidaksukaan mama dan pemikirannya yang begitu sempit tentang memahami arti perbedaan membuat saya sakit. Saya mendadak jadi pendiam dengan mama, percakapan kami mendingin apalagi kalo mama menyinggung soal pacar saya. Saya mulai memberontak. Saya berhenti menceritakan apapun yang sedang saya alami. Rindu? Pasti. Apalagi ada perasaan iri saat mendengar cerita teman-teman saya, bagaimana tentang pertemuan keluarga dengan pacar mereka. Saya tak pernah melakukan hal itu sekalipun.

Seringnya kami berbantah-bantahan justru membuat saya makin sadar kalo sebenarnya sifat-sifat mama itu paling banyak menurun ke saya. Mama selalu menanamkan sifat yang teguh imannya, ketekunan dalam belajar, dan memahami adat istiadat. Dan justru hal-hal itulah yang menjadi dinding pemisah dengan mama, kefanatikannya dengan agama dan ke konsevatifan-nya membuat saya susah memberikan pemahaman tentang memaknai perbedaan tadi.

Sampai pada saat tawaran beasiswa ke Korea menghampiri, saya sudah yakin bahwa mama pasti mengijinkan saya, apalagi kalo soal “pendidikan,” beliau tau saya menggilai dunia itu. Saat itu, dalam perjalanan menuju gate-departure, saya menelpon mama. Saya bilang, “mama, kaka mau berangkat dalam hitungan menit lagi, kaka akan jaga diri sampai nanti bisa kembali ke Indonesia, kaka sayang mama.” Tiba-tiba saya nangis tersedu-sedu di keheningan malam di pukul 10pm itu. Seakan kerinduan yang selama ini saya bentengi itu mendadak lebur kala itu. Mama pun tak kalah tangisnya, dia berkali minta maaf kalau selama ini keras sama saya, katanya kaka adalah kebanggaan mama, kebanggaan keluarga. Sebelum saya tutup telpon, saya hanya bilang :”Mom, I love you so much!!!”, and she said: ”Me too.” Sudah 2 tahun kami tak pernah sedekat ini, dan malam itu adalah awal kontak bathin itu kembali memendek.

Sosok mama yang keras sekaligus istri yang setia, membuat saya selalu mengidolainya. Kadang mama suka ngomong ke saya, “Bapak kemaren sakit, ga mau makan sampe sekarang, coba kau ngomong ke Bapak, marahin dulu.” Hahahhahaa..saya sudah terkenal spesialis “mama-cerewet” di rumah, artinya kalo mama sudah nyerah sama kelakuan Bapak saya yang mulai ke kanak-kanakan, atau si adek saya yang suka kecentilan, saya di paksa turun tangan untuk marah-marahin. Kecuali dengan abang saya, dia dan saya punya kisah tersendiri, lain waktu akan saya ceritakan. Saya berharap semoga kedekatan ini dapat terus bertahan.

Mama yang memang keras sama anak-anaknya terutama dengan saya, sebenarnya adalah bukti betapa dia mencintai kami. Pemikirannya yang belum moderat mungkin akan cukup sulit untuk dihancurkan. Itu adalah pilihan mama. Saya memang tak ingin berharap mama banyak berubah, saya cuma pengen mama kelak menerima jalan pilihan saya dan percaya anaknya mampu menjalaninya dengan baik sama seperti yang dia telah terapkan ke saya selama ini, di hidup saya yang ke-26 tahun ini.

I love u, Mom. And I hope u always happy with your life and my life. Be happy for with every choice I made. May God Bless u, Mom!!!

December 06, 2010

bukan mimpi

by uLLy di 6:38 pm 0 komentar


aku harus mendengar suaramu dan merasa yakin kau benar-benar ada, bukan sebuah mimpi yang akan menghilang bagaikan air yang menguap dalam hawa panas

December 03, 2010

50 tahun lagi...

by uLLy di 8:57 pm 1 komentar


Beginilah menyoal tentang jatuh cinta, menunggu pun sudah bukan perkara lagi. Mungkin sama halnya dengan dirimu yah sayang? menunggu, sudah kau anggap jadi bagian hidupmu.

Ingat pertemuan kita di malam itu? senyumnya yang malu-malu membuatku kesulitan menangkupkan wajahmu. Tidurku sulit kala kencan pertama kita itu usai, karena wajahmu susah rasanya terbayang dibenak, walau hasrat memimpikanmu menggunung rasanya.

Kencan pun berlanjut ke kencan ke-5, ke-7, ke-25 sampai ke-kencan terakhir kita sore itu. Kau biarkan aku melangkah sebentar ke dalam Mall sambil kau menunggu di halte saja waktu itu. “Jangan lama-lama, aku tunggu disini saja,” ujarmu. Aku mengangguk sambil berlari kecil melewati beberapa mobil yang terparkir didepan Mall. Setelah mendapatkan apa yang aku inginkan, aku segera melangkah ke pintu keluar, bergegas. Tak kau sadari sayang, aku sempat melihatmu menatap jauh ke depan, termenung di tengah keramaian dan hiruk pikuk macet di seberangmu. Aku tersenyum, pura-pura mengagetkanmu dari belakang. Dalam hati aku sedih,sebentar lagi meninggalkanmu.

Pelataran sepi malam itu, jadi saksi bisu bagaimana kau menciumku dan membisiku:”cepat kembali, aku merinduimu selalu.” Tegar. Aku dan kamu sama-sama saling menggenggam, tatapanmu tak lepas dariku, seolah-olah meyakinkan hati bahwa jarak takan akan merenggut apapun dari kita, dari apa yang telah kita bangun selama ini. Mulutku terkunci, tapi hatiku teriak. Ini mungkin saat yang tepat untuk menguji sejauh apa hati kita saling bertautan. Hanya wajahmu yang tersenyum sambil melambaikan tangan itu, menjadi momen terakhir yang kurekam.

Kisah kita tak selalu mulus; suka, duka, bahkan kecewa dan tangis mewarnai hari-hari kita. Kehidupan mengajarkan kita untuk bertahan, berhenti, merenung kemudian melangkah lagi. Cinta mengajarkan kita tentang bahagia, derita sekaligus patah hati, berproses. Dan semuanya tersaji dengan apik, tanpa pernah ditebak alurnya. Terkadang kita ingin berhenti saja, melangkah ke dua kutub berbeda, kau ke timurmu dan aku ke baratku. Ternyata kita tak pernah menyerah rupanya, karena mencintaimu adalah saat terindah dalam hidupku dan aku tak akan pernah berhenti mencintaimu. Seperti itulah.

Menungguku, menunggu bertemu denganmu, mereka-reka wajahmu, menghujanimu dengan cubitanku, berada di pelukanmu, sudah seperti halusinasi saja.

Lalu, kalau aku bilang bahwa aku masih menggilai Jupiter, apakah kau masih mau menungguku?


Berharap jawabanmu seperti ini:

Sekarang atau lima puluh tahun lagi
Kumasih akan tetap mencintaimu
Tak ada bedanya rasa cintaku
Masih sama seperti pertama bertemu (50 Tahun lamanya-Warna)
 

relax-breathe-smile Copyright © 2010 Design by Ipietoon Blogger Template Graphic from Enakei