
Regenerasi dalam biologi adalah menumbuhkan kembali bagian tubuh yang rusak atau lepas.
Saya menjadi meracau tak jelas diantara himpitan pendidikan dan penelitian saya yang menguras pikiran, emosi serta hati saya (*semoga tak terkesan sedang curhat). Menjadi semakin nyata sejenak saya me-flashback-an latar pendidikan saya yang hakikinya adalah Teknologi pengolahan hasil perikanan, sedang mata kuliah yang saya ambil berputar ke 1800 ke arah Marine Biochemistry. “Bisa ga?” tanya teman saya kala itu, dengan sedikit percaya diri saya jawab saja : “saya akan mencoba untuk mencintai bidang ini”. Saya sedang tidak ingin membahas tentang mata kuliah saya (*puyeng tingkat akut saya!!). Yang pasti bidang keilmuan apapun itu kelak akan berguna, ah jadi teringat saya betapa minimnya ilmu pengetahuan yang saya dapatkan selama menuntut ilmu di bangku kuliah dan itupun harus saya bagikan kembali ke anak didik saya, jadi nyadar kalo ilmu punya “masa pakai” juga, kalo ga di maintainance jadinya ketinggalan alias jadul. Saya bukan pula ingin mencari kambing hitam untuk masalah ini, karena saya punya andil dalam mengurai masalah pelik ini (*lah secara terang-terangan di SK aka Surat Keputusan PNS, diberi label “calon dosen”). “Ya Tuhan, sungguh amanah yang tak mudah buat saya dalam menjalankannya”. Meski terkadang merasa kurang Percaya Diri kala berhadapan dengan para taruna/i anak didik saya di depan kelas. Bayangkan betapa pendidikan itu pun ber-regenerasi.
Saya bangga saat mereka yang menjadi peserta didik yang tak hanya diam, melotot dan kemudian mendengkur di bangku kuliahnya karena letih menanggung beban fisik yang mesti dilalui sehari-harinya tapi sekarang mulai terlihat berani ber-tanya, ber-pendapat bahkan ber-argumentasi. Saya tak sepenuhnya bisa menyalahkan “ke-mendengkur-an” mereka (*bahasa Indonesia saya mulai kacau), tapi harus ada pula yang di-regenerasi dari sistem pendidikan ala semi militer ini. Nah, yang bagian ini saya belum bisa kasih masukkan yang “megang banget” karena bagi saya para taruna/i yang berada dalam satu rumah harus ada “aturan mainnya”, ga boleh asal “slonong boy” (-bahasa gaul para taruna/i-) atau ga boleh masuk lewat jendela karena kita masih sediakan pintu, dan harus pula ber-tenggang rasa, tepa selira, tak ketinggalan “bersikap hormat” ini yang paling penting; agak sedikit kecewa saat saya lihat sekarang ini banyak taruna/i yang “songong” yang melupakan hakekat mereka sebagai pemuda harapan bangsa (*yang ini agak lebay, tapi merupakan fakta). Saya juga masih kecewa dengan mereka yang tidak menghargai pakaian PDH yang melekat dari senin ke senin dengan berbagai warna, sungguh ironis memang. (-intermezzo-nya kepanjangan-)
“Jaman sudah berubah”- itu benar, banyak alumni kadang mengeluhkan ini. Salah satunya yang paling sering saya dengar: “STP itu jangan melulu mikirin kedisiplinan dan latihan fisik, perhatikan juga otak-nya” atau “kenapa lulusan STP itu koq ga da taringnya dibandingkan lulusan lainnya” (*ya ia-lah masak ya ia-dong, mangnya taruna/i itu drakula, pake taring-taring segala) atau “STP koq cuma bisanya segitu yah??” atau yang terhangat “Lulusan STP tidak diakui bila disejajarkan dengan S1” (*yang ini eddyaann saya pikir, lah yang bayarin kuliah dari ANGGARAN PEMERINTAH – APBN,red-,pake acara diskriminatif segala, ini subsidi pake duitnya rakyat, koq bisa-bisanya nda diakui oleh rakyat – mari kita bingung-). Terlalu sering saya dengar pernyataan-pernyataan konyol seperti itu, ibarat memancing di air keruh, tolong jangan nambahin lumpur dari Porong-Sidoarjo trus di ceburkan ke kolam-nya STP (*kasian STP Barracuda Club, ntar ga bisa latihan diving pula!!). Saya mencoba menarik benang merahnya saja ala saya pula agar terwujud lulusan Perikanan yang cakap dan tangguh seperti yang menjadi Motto para taruna/i.
Berbicara tentang “Pendidikan”, berikut definisi ala mbah Google yang menyebutkan “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat”.
Nah sejatinya pendidikan itu pun dipilah-pilah juga: ada pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan dan pendidikan khusus. Menurut kacamata saya, sistem pendidikan STP adalah jenis pendidikan Vokasi, berikut penjelasannya setelah meng-googling.
Pendidikan vokasi merupakan pendidikan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu maksimal dalam jenjang diploma 4 setara dengan program sarjana (strata 1).
Jadi kalo masih ada pertanyaan tentang dikriminasi ini, coba pahami definisi yang baru saya paparkan diatas.
Tapi, kenapa STP selalu dielu-elukan sebagai Pendidikan Profesi??, seharusnya ada penjelasannya?
Pendidikan profesi merupakan pendidikan tinggi setelah program sarjana yang mempersiapkan peserta didik untuk memasuki suatu profesi atau menjadi seorang professional.
Cukup jelas bukan? Saya kira perlu benar-benar dicermati ke depannya. Saya akui ada beberapa mata kuliah yang seharusnya tak perlu pendalaman lebih namun sejatinya penting bagi pengetahuan anak didik. Untuk bahasan sistem kurikulum, saya serahkan saja ke para sesepuh yang lebih memahami apa yang perlu di-add dan di-delete.
Menurut hemat saya, janganlah STP mau dicap sebagai Pendidikan Profesi dengan iming-iming “Profesional”, nanti salah kaprah kita dalam pengembangan regenerasi pendidikan yang dimaksud.
Tugas saya, kita dan mereka yang terlibat dalam mewujudkan lulusan yang “ber-sains terapan” ini, tidak hanya muluk-muluk tentang dasar-dasar keilmuan tersebut (karena memang jatahnya Teori 40% dan Praktek 60%), tapi bagaimana bisa melihat permasalahan di lapangan dan fenomena yang terjadi sehingga mampu menyelesaikannya pake “otak” bukan pake “otot”, apa jadinya kalo lulusan kita di-cap sebagai professional? nanti timbullah istilah “hajar blass”. Namun ada kalanya esensi pasti akan berbeda kalo label “sains terapan” itu ditempelkan di jidat para lulusan, maka mereka akan lebih aware dan lebih bertanggung jawab menyelesaikan permasalahan berdasarkan ilmu pengetahuan yang mereka miliki.
“See the difference?”.
Menilik ke judul tulisan saya, regenerasi pendidikan itu pula se-yogya-nya merubah mind-set (pola pikir-red) para lulusan kita agar tak hanya tercipta lulusan “siap, pak!!”, dan tak pula menjadikan STP sebagai “batu pijakan” sesaat saja. Kalau lulusan STP yang ber-sains terapan di dunia perikanan ini tidak betul-betul memainkan perannya, siap-siap saja posisi Anda akan digeser oleh mereka lulusan pendidikan akademik (*ini bukan fiksi loh!!), yang sudah terpoles dengan penguasaan disiplin ilmu pengetahuan tertentu (*jangan salahkan mereka yang lebih suka me-rekrut lulusan S1 itu*).
At least, mari sama-sama bantu kami mewujudkan impian itu. Kenapa saya pilih mimpi? Karena dengan mimpi-lah kamu bisa memberikan usaha dan kerja keras yang maksimal, disertai dengan doa dan pengharapan pada Yang Maha Kuasa, semoga akan berbuah MANIS.
Tergelitik pengen ngamen ahh, *terinspirasi dari slogan Mr. President Barack Obama saat beliau kampanye dalam pemilihan Presiden USA tahun 2008, yang sempat tersohor lewat lagu yang dirilis oleh Black Eyed Peas.
Yes we can to opportunity and prosperity.
Yes we can heal this nation.
Yes we can repair this world.
Yes we can. Si Se Puede
(yes we can, yes we can, yes we can, yes we can...)
NB (NamBah): Maafkan kalo ada kata-kata saya yang kurang berkenan, saya mohon maaf. Saya hanya menuangkan yang ada dikepala, kadang mengalir begitu saja, perbendaharaan “kata” saya pun masih minim, mohon dimaklumi. Sungguh ini terinspirasi karena kecintaan saya yang amat mendalam terhadap almamater STP tempat saya ditempah bahkan dipercaya untuk mengabdi-kan diri.
Salam musim semi,
Busan, 24 April 2010
0 komentar:
Post a Comment