
Busan sudah bersiap memasuki musim dingin sepertinya. Untungnya matahari di pagi hari masih terasa agak hangat walau sesekali angin dingin menyeruak masuk menggerogoti tulang. Sepertinya ini akan jadi awal musim dingin saya yang kedua kalinya di negeri Ginseng ini. Sudah cukup mengerti pula persiapan apa yang harus saya lakukan.
Busan dikenal dengan kota pantai, hingga lebih hangat di bandingkan seoul atau bahkan daegu. Sialnya, kota ini jarang kebagian salju, kami hanya disiksa dengan angin kencang dan hawa dingin, tanpa salju. Well, cerita tentang salju memang bikin norak, terutama untuk golongan orang kampung macam saya yang baru kali pertama menetap di negeri yang memiliki 4 musim. Salju akan jadi hal yang di nantikan di musim dingin, selain daun yang berubah warna-warni di musim gugur, lainnya akan sangat biasa seperti kampung saya. Berbicara tentang salju, dan merasakan hujan salju di Busan terjadi justru pada saat musim dingin hampir berakhir. Sekitar akhir maret lalu tepatnya. Salju dimana-mana, dan kami menghabiskan waktu di luar bermain salju dan berfoto ria. Benar-benar norak, dan kami tidak peduli.
Hal lain tentang musim dingin adalah kedinginan dan menggigil. Telapak tangan dan kaki gampang sekali dingin. Kata supervisor saya yang “mom’s look” itu, mungkin saya kurang sehat alias punya gejala penyakit tapi ga menjadikan saya pesakitan. Menurutnya, telapak tangan dan kaki itu harus senantiasa hangat. Dan mungkin itu salah satu alasan saya untuk berjuang menemukan pria yang punya pelukan yang hangat… *hahahhhhaa.
Jadinya tiap hari, kapan saja, kemana saja, ramalan cuaca memang hal utama yang harus saya check, sangking saya takut banget kedinginan. Tapi seminggu ini saya agak bandel sepertinya, menguji ketahanan tubuh yang sudah seperti tulang yang terbalut kulit butek, saya memberanikan diri untuk memakai pakaian ala kadarnya. Alakadarnya, tentu pake jaket seadanya dan bahkan masing ber-stocking, *baaggooosss!!!. Parameternya adalah rumah saya yang memang selalu menyalakan system penghangat 24/7, alhasil begitu keluar rumah, menggigil dan niatan ganti jaket terpaksa dibatalkan mengingat rumah yang berada di lantai enam tanpa elevator. Dan seperti kemarin malam, ketika pulang dari lab sekitar pukul 4 dinihari, saya sukses menggigil di luaran saja. Sesampainya di rumah langsung tepar di balik selimut 2lapis.
Malam ini suhunya sekitar 7-8 derjat celcius, bodo amatlah, karena saya sudah siap dengan jaket winter saya, sampai mba Ratih nanyain :”Li, kau udah pake jaket winter?”. Saya pun hanya mengangguk mantap, kapan lagi ada kesempatan pake jaket winter kalo ga sekarang. *sambil berharap I’ll home at x’mas.. yyippiieee..*
Hawa dingin, jalanan sepi dan angin kencang adalah tiga serangkai yang selalu jadi paket komplet musim dingin. Dan “heater” akan jadi sahabat yang paling dicari kalo sudah begini. Dan kamu, akan jadi orang yang akan saya gigili, karena mengingatmu adalah seperti bara yang menghangatkan tanpa pernah menjadi abu. Itu yang saya suka… *akhirnya nge-gombal lagii… LOL
0 komentar:
Post a Comment